Supervisi Pendekatan Non Direktif


PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ialah melalui proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Pembentukan profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan pra-jabatan maupun program dalam jabatan. Tidak semua guru yang dididik di lembaga pendidikan terlatih dengan baik dan kualified. Potensi sumber daya guru itu perlu terus bertumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara potensial. Selain itu pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru untuk terus-menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat.
Masyarakat mempercayai, mengakui dan menyerahkan kepada guru untuk mendidik tunas-tunas muda dan membantu mengembangkan potensinya secara professional. Kepercayaan, keyakinan, dan penerimaan ini merupakan substansi dari pengakuan masyarakat terhadap profesi guru. Implikasi dari pengakuan tersebut mensyaratkan guru harus memiliki kualitas yang memadai. Tidak hanya pada tataran normatif saja namun mampu mengembangkan kompetensi yang dimiliki, baik kompetensi personal, professional, maupun kemasyarakatan dalam selubung aktualisasi kebijakan pendidikan.
Hal tersebut lantaran guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tataran institusional dan eksperiensial, sehingga upaya meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari aspek “guru” dan tenaga kependidikan lainnya yang menyangkut kualitas keprofesionalannya maupun kesejahteraan dalam satu manajemen pendidikan yang professional.
Guru  mempunyai  peranan  yang  sangat  penting  dalam  pelaksanaan proses  pembelajaran,  karena guru merupakan “key person” yang berhadapan langsung dengan siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar. Guru harus dapat menciptakan suasana yang kondusif agar  siswa bersedia terlibat  sepenuhnya  pada  kegiatan  pembelajaran,  sehingga  tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan efisien.  Mengingat  begitu pentingnya peranan guru dalam menentukan keberhasilan  pembelajaran  tersebut,  maka  guru  dituntut  memiliki  kinerja yang  tinggi,  yaitu  seperangkat  kemampuan  kerja/unjuk  kerja  guru  dalam menjalankan  tugas-tugasnya, terutama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang  berhubungan dengan proses belajar  mengajar  secara profesional sesuai etika profesi keguruan. Kinerja guru  sangat berhubungan dengan kemampuan dan motivasi dalam menjalankan tugas-tugasnya dengan baik dan benar. Kemampuan dan motivasi guru dalam menjalankan  tugasnya  tersebut dapat diperoleh melalui suatu pembinaan khusus sesuai kualifikasi yang  diharapkan,  baik internal maupun eksternal.
Dalam  lembaga  sekolah,  kepala  sekolah  sebagai  pimpinan  harus memberikan  perhatian  secara  sungguh-sungguh  terhadap  usaha-usaha mendayagunakan, memajukan  dan  meningkatkan  kinerja  guru  di  sekolah secara  terus  menerus.  Orientasi  dari  pembinaan  kepala  sekolah  ini diarahkan  pada  peningkatan  kinerja  guru  yang  meliputi:  pertumbuhan keilmuan,  wawasan  berpikir,  sikap  terhadap  pekerjaan  dan  keterampilan guru dalam melaksanakan tugasnya. Berdasarkan hal tersebut, maka kepentingan penelitian ini adalah untuk menggambarkan/mendeskripsikan  upaya yang dilakukan. Kepala Sekolah  sebagai pembina pendidikan di  lingkungan  sekolah  dalam meningkatkan kinerja guru melalui supervisi dengan pendekatan non direktif.

B.       Rumusan Masalah
1.         Pengertian mengenai supervisi pendekatan non direktif ?
2.         Definisi pembinaan guru dengan pendekatan non direktif?
3.         Prinsip – prinsip supervisor dalam pendekatan non direktif ?
4.         Bagaimana kriteria pendekatan supervisi yang tepat ?
5.         Kelebihan dan kekurangan pembinaan guru dengan pendekatan non direktif ?
6.         Aplikasi pendekatan non direktif dalam dunia pendidikan ?

C.      Tujuan Pembahasan Masalah
1.    Untuk mengetahui mengenai supervisi pendekatan non direktif.
2.    Untuk mengetahui pembinaan guru dengan pendekatan non direktif.
3.    Untuk mengetahui prinsip – prinsip supervisor dalam pendekatan non direktif
4.    Untuk mengetahui bagaimana kriteria pendekatan supervisi yang tepat.
5.    Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pembinaan guru dengan pendekatan non direktif.
6.    Untuk mengetahui aplikasi pendekatan non direktif dalam dunia pendidikan.
D.      Batasan Masalah
Agar pembahasan makalah ini tidak melebar, maka penulis memberikan batasan pada masalah yang akan dikaji pada makalah ini. Adapun masalah yang akan dikaji pada makalah ini adalah pengertian pendekatan Non direktif, Karakteristik pendekatan Non direktif, Prinsip – prinsip supervisor dalam pendekatan Non direktif dan pembinaan guru dengan pendekatan Non direktif.
E.       Manfaat Penelitan
a.    Secara teoritis
Penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan khazanah ilmu pengetahuan khususnya yang berhubungan dengan supervisi terutama dalam masalah pembinaan guru dengan pendekatan non direktif.
b.   Secara Praktis
a)      Bagi para peneliti selanjutnya maka penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan ataupun pijakan dalam melakukan penelitian selanjutnya.
b)      Bagi kalangan akademis, maka makalah ini berguna sebagai bahan referensi dalam aktifitas akademik yang diselenggarakan yang berhubungan dengan pendekatan non direktif.
F.       Penegasan Istilah
a.    Teoritis
Pembinaan adalah proses, cara, pembuatan membina (negara dsb), pembaharuan, penyempurnaan, usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannnya, profesinya) mengajar. Pendekatan adalah proses, cara, perbuatan mendekati (hendak berdamai, bersahabat dsb), usaha dalam rangka aktifitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian tentang maslah penelitian, rancangan.
Non direktif adalah permasalahan yang sifatnya tidak langsung.
b.    Operasional
Dengan demikian maka Pembinaan guru dengan pendekatan kolaboratif mengandung arti usaha untuk melakukan pembinaan/penyempurnaan terhadap seorang guru dengan cara melakukan usaha pendekatan dan menjalin kerjasama dengan guru agar dicapai tujuan bersama yang diharapkan dalam upaya untuk mengaktifkan dan mengefisienkan kegiatan pembelajaran yang ada.

G.      Metode Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Jenis peneitian dalam penelitian ini adalah study kepustakaan yaitu penelitian akademik yang tujuan utamanya adalah mengembangkan aspek teoritis maupun aspek manfaat praktis.
2.       Obyek Penelitian
Yang menjadi obyek penelitian dalam penelitian ini adalah pembinaan yang dilaksanakan oleh supervisor dengan menggnakan pendekatan non direktif. Hal ini sengaja dilakukan karena dilapagan banyak terjadi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh supervisor . Bahkan seringkali seorang supervisor bertindak sebagai inspektor yang hanya bertindak untuk mencari-cari kesalahan dari orang yang disupervisi. Akibatnya banyak terjadi kecemasan dan kekkawatiran yang dirasakan oleh para guru khususnya.
3.      Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini di bagi menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data skunder. Sumber data primer disini meliputi berbagai macam informasi baik yang berupa orang maupun buku, literatur, dokumen, serta data-data lain yang langsung memiliki keterkaitan dengan pembahasan penelitian ini. Sedangkan sumber data sekunder adalah segala sesuatu yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung terhadap penelitian ini. Sumber data ini juga meliputi arsip, buku, majalah, dokumen-dokumen ataupun artikel-artikel yang bisa mendukung penelitian ini.

H.      Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan dalam penelitian ini, maka sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan, meliputi latar belakang, Batasan masalah, rumusan masalah, Tujuan Penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan
Bab II : Pembahasan meliputi pengertian pendekatan non direktif, karakteristik pendekatan non direktif, sasaran pendekatan non direktif, pembinaan guru dengan pendekatan non direktif.
Bab III : Penutup, meliputi penutup, daftar rujukan, saran dan harapan
 





BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian tentang Supervisi Pendidikan
Menurut Douglas dalam Oemar Hamalik mengemukakan bahwa supervisions is the effort to stimulate, coordinate, and guide the continued growth of teacher, both individually and collectively, in better understanding and more effective performance of all function of instructions, so that student’s continued growth a rich and diligent participation insociety.[1] Konsep supervisi modern adalah sebagai berikut : “Supervision is assistance in the devolepment of a better teaching learning situation”. Supervisi adalah bantuan dalam pengembangan situasi pembelajaran yang lebih baik. Rumusan ini mengisyaratkan bahwa layanan supervisi meliputi keseluruhan situasi belajar mengajar (goal, material, technique, method, teacher, student, an envirovment). Situasi belajar inilah yang seharusnya diperbaiki dan ditingkatkan melalui layanan kegiatan supervisi. Dengan demikian layanan supervisi tersebut mencakup seluruh aspek dari penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran. Konsep supervisi tidak bisa disamakan dengan inspeksi, inspeksi lebih menekankan kepada kekuasaan dan bersifat otoriter, sedangkan supervisi lebih menekankan kepada persahabatan yang dilandasi oleh pemberian pelayanan dan kerjasama yang lebih baik diantara guru-guru, karena bersifat demokratis. Istilah supervisi pendidikan dapat dijelaskan baik menurut asal usul (etimologi), bentuk perkataannya (morfologi), maupun isi yang terkandung dalam perkataan itu ( semantik).
1)  Etimologi
Istilah supervisi diambil dalam perkataan bahasa Inggris “ Supervision” artinya pengawasan di bidang pendidikan. Orang yang melakukan supervisi disebut supervisor.
2)  Morfologis
Supervisi dapat dijelaskan menurut bentuk perkataannya. Supervisi terdiri dari dua kata.Super berarti atas, lebih. Visi berarti lihat, tilik, awasi. Seorang supervisor memang mempunyai posisi diatas atau mempunyai kedudukan yang lebih dari orang yang disupervisinya.
3)  Semantik
     Pada hakekatnya isi yang terandung dalam definisi yang rumusanya tentang sesuatu tergantung dari orang yang mendefinisikan. Wiles secara singkat telah merumuskan bahwa supervisi sebagai bantuan pengembangan situasi mengajar belajar agar lebih baik. Adam dan Dickey merumuskan supervisesebagai pelayanan khususnya menyangkut perbaikan proses belajar mengajar. Sedangkan Depdiknas (1994) merumuskan supervisi sebagai berikut : “ Pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik “. Dengan demikian, supervisi ditujukan kepada penciptaan atau pengembangan situasi belajar mengajar yang lebih baik. Untuk itu ada dua hal (aspek) yang perlu diperhatikan :
a.  Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
b.  Hal-hal yang menunjang kegiatan belajar mengajar
Karena aspek utama adalah guru, maka layanan dan aktivitas kesupervisian harus lebih diarahkan kepada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar. Untuk itu guru harus memiliki yakni : 1) kemampuan personal, 2) kemampuan profesional 3) kemampuan social.[2]
Atas dasar uraian diatas, maka pengertian supervisi dapat dirumuskan sebagai berikut “ serangkaian usaha pemberian bantuan kepada guru dalam bentuk layanan profesional yang diberikan oleh supervisor ( Pengawas sekolah, kepala sekolah, dan pembina lainnya) guna meningkatkan mutu proses dan hasil belajar mengajar. Karena supervisi atau pembinaan guru tersebut lebih menekankan pada pembinaan guru tersebut pula “Pembinaan profesional guru“ yakni pembinaan yang lebih diarahkan pada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan profesional guru.
Supervisi dapat kita artikan sebagai pembinaan. Sedangkan sasaran pembinaan tersebut bisa untuk kepala sekolah, guru, pegawai tata usaha. Namun yang menjadi sasaran supervisi diartikan pula pembinaan guru
Supervisi pendidikan merupakan suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Kegiatan keahlian dan kecakapan supervisi tertuju kepada pengembangan kepemimpinan guru – guru dan personil sekolah lainnya dalam mencapai tujuan – tujuan pendidikan. Hal ini bisa berupa dorongan, bimbingan, kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru – guru seperti bimbingan dalam usaha dan pelaksanaan pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran. Adapun ciri – ciri kegiatan supervisi antara lain:
1.        Supervisi adalah proses perbaikan pengajaran. Proses berlangsung dalam bentuk memberikan rancangan dan membantu guru agar mereka berusaha memperbaiki dirinya sendiri. Jadi program supervisi pada hakikatnya adalah salah satu perbaikan intruksional.
2.        Supervisi memudahkan siswa belajar. Melalui supervisi disediakan kondisi – kondisi yang memudahkan para siswa belajar secara efektif. Kondisi itu adalah pengajaran efektif.
3.        Supervisi digunakan untuk menentukan kegiatan – kegiatan mempelajari dan memperbaiki kondisi – kondisi lingkunagan belajar dan pertumbuhan para siswa dan guru.
4.        Fungsi utama supervisi adalah untuk membantu situasi belajar bagi para siswa. Supervisi merupakan kegiatan pelayanan untuk membantu para guru melaksanakan tugas kewajibannya sebaik mungkin.
5.        Supervisi adalah proses penyuluhan orang – orang dengan cara yang kreatif dalam memecahkan masalah, baik masalah perorangan maupun masalah bersama.[3]

B.  Pembinaan Guru dengan Pendekatan non direktif
Berdasarkan uraian singkat tentang paradigma kategori yang berdasarkan teori komitmen dan abstrakasi, maka dapat diterapkan berbagai pendekatan teknik dan perilaku supervisi berdasar data mengenai guru yang sebenarnya yang memerlukan pelayanan supervisi. Berikut ini akan disajikan beberapa pendekatan supervisi.

1.      Pendekatan Langsung (Direktif)   
Yang dimaksud dengan pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat langsung. Supervisor memberikan arahan langsung. Sudah tentu pengaruh perilaku supervisor lebih dominan. Pendekatan direktif ini berdasarkan pemahaman terhadap psikologi behaviorisme. Prinsip behaviorisme ialah bahwa segala perbuatan berasal dari refleks, yaitu respons terhadap rangsangan/stimulus. Oleh karena guru ini mengalami kekurangan, maka perlu diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi. Supervisor dapat menggunakan penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment). Pendekatan seperti ini dapat dilakukan dengan perilaku supervisor seperti berikut ini.
1.        Menjelaskan
2.        Menyajikan
3.        Mengarahkan
4.        Memberi contoh
5.        Menetapkan tolak ukur
6.        Menguatkan



2.      Pendekatan Tidak Langsung (Non-direktif)
Yang dimaksud dengan pendekatan tidak langsung (non-direktif) adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi  ia terlebih dulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan guru-guru. Ia memberi kesempatan sebanyak mungkin kepada guru untuk mengemukakan permasalahan yang mereka alami. Pendekatan non-drektif ini berdasarkan pemahaman psikologis humanistik.[4] Pola pendekatan yang bertolak dari pengetahuan psikologi khususnya teori konseling non direktif ini kemudian diterapkan kedalam pendekatan supervisi oleh pakar seperti: Arthur Blumberg, Ralph L. Mosher, David E. Purpel, Louse M. Berman, Edmond Amidon, Wiford A. Weber.[5] Psikologi humanistik sangat menghargai orang yang akan dibantu. Oleh karena pribadi guru yang dibina begitu dihormati, maka ia lebih banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi guru guru. Guru mengemukakan masalahnya, supervisor mencoba mendengarkan, memahami, apa yang dialami guru-guru. Perilaku supervisor dalam pendekatan non-direktif  adalah sebagai berikut.
                           (1).     Mendengarkan
                           (2).     Memberi penguatan
                           (3).     Menjelaskan
                           (4).     Menyajikan
                           (5).     Memecahkan masalah.[6]
Pendekatan ini berangkat dari premis bahwa belajar pada dasarnya adalah pengalaman pribadi, sehingga pada akhirnya individu harus mampu memecahkan masalahnya sendiri. Peranan supervisor disini adalah mendengarkan, mendorong, atau membangkitkan kesadaran sendiri dan pengalaman – pengalaman guru diklasifikasikan.[7] Oleh karena itu, pendekatan ini bercirikan perilaku supervisor dimana supervisor mendengarkan guru, mendorong guru, mengajukan pertanyaan, menawarkan pikiran bila diminta dan membimbing guru untuk melakukan tindakan. Tanggung jawab supervisi lebih banyak berada di pihak guru.[8] Bagi guru, pemecahan masalah ini tidak lain daripada upaya memperbaiki dan meningkatkan pengalaman belajar murid di kelas.
Dalam penelitiannya Blumberg sebagaimana yang dikutip oleh Sri Benun Muslim, menemukan bukti dan menunjukkan bahwa guru lebih suka, jika supervisor menggunakan pendekatan non direktif dalam wawancara supervisi. Para guru merasa bahwa dalam bentuk pertemuan semacam itu lebih efektif. Ditemukan juga bahwa supervisor yang menggunakan pendekatan direktif kurang disukai oleh para guru ketimbang menggunakan pendekatan non direktif. Ia menyimpulkan bahwa jika supervisor menekankan refleksi,atau bertanya untuk memperoleh informasi guna membuka komunikasi wawancara supervisi mereka, para guru menilainya sebagai pertemuan supervisi yang positif. Bila para supervisor lebih banyak berbicara dalam pertemuan itu, para guru menilai pertemuan kurang positif atau mungkin negatif.[9]
Pada pendekatan non direktif, guru menunjukkan tanggung jawab yang tinggi. Tugas supervisor pada pendekatan ini adalah mendengarkan dan memperhatikan dengan cermat akan keprihatinan guru terhadap masalah peningkatan pengajarannya, dan sekaligus gagasan guru sebagai upaya mengatasinya. Peranan supervisor adalah meminta penjelasan terhadap hal – hal yang telah diungkapkan oleh guru, terutama hal yang kurang dipahaminya. Selanjutnya, ia mendorong guru untuk mewujudkan inisiatif yang dipikirkan oleh guru untuk memecahkan masalah yang dihadapinya serta menngkatakan pengajarannya.
Perilaku pokok supervisor dalam pandangan non direktif tersebut meliputi: mendengarakan,mengklarifikasi,mendorong,mempresentasikan, dan bernegosiasi. Target akhir yang diinginkan perilaku supervisor yang non direktif adalah perencanaan guru sendiri (teacher self plan).Hal – hal yang dapat dilakukan supervisor dalam pendekatan non direktif ini antara lain :
1.    Supervisor mendengarkan, memperhatikan dan mendiskusikan pengajaran dengan  guru.
2.    Supervisor mendorong guru untuk mengembangkan pengajarannya.
3.    Supervisor mengajukan pertanyaan.
4.    Apabila guru mengajukan pertanyaan, sedangkan supervisor mengajukan upaya pemecahan masalah.
5.    Supervisor bertanya kepada guru guna menentukan suatu tindakan.
Jika supervisi pengajaran dalam pandangan non direktif ini ditempatkan dalam kerangka pendekatan klinik maka dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.    Pada saat pre conference, supervisor mendengarkan masalah – masalah yang diajukan oleh guru. Selanjutnya supervisor, melakukan diagnosis.
2.     Pada saat observasi, supervisor mengamati hal – hal yang patut diamati dari guru, misalnya saat mengelola kelas dan melaksanakan proses belajar mengajarnya. Berdasarkan atas interprestasi hasil pengamatannya, kemudian supervisor memberi pengarahan kepada guru agar tahu masalahnya sendiri, mengetahui kelebihan sekaligus kekurangan dalam dirinya.
3.    Analisa dan interprestasi
Pada tahap ini supervisor menganalisa dan menginterprestasikan hal – hal yang sudah diamati terkait dengan permasalahan yang dialami guru untuk selanjutnya menentukan bagaimana langkah selanjutnya pemecahan masalah
4.    Pada saat post conference, supervisor mengidentifikasi kembali kelebihan dan kekurangan tampilan guru. Selanjutnya supervisor dapat mempertanyakan kepada guru langkah apa saja yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengatasi kekurangannya sendiri.
5.    Diskusi
Pada tahap ini supervisor dengan aktif mendengarkan, menyatakan dengan cara lain, menanyakan pertanyaan, dan menjaga arah guru dalam jalur supervisor non direktif. Supervisor tidak lengah bekerja terhadap seorang guru perencana, yang bisa dihasilkan dari meminjam ide atau dari pemahaman guru itu sendiri.

Pre coference
Adapun desain langkah – langkah dalam pembinaan guru dengan pendekatan non direktif adalah sebagai berikut :


Pada tahap ini supervisor mendengarkan masalah – masalah yang diajukan oleh guru selanjutnya supervisor mendiagnosis gejala yang dialami oleh guru tersebut.
Observasi
 
Analisa dan interpretasi
Pada tahap ini supervisor mengamati hal – hal yang patut diamati dari guru, misalnya saat mengelola kelas dan melaksanakan proses belajar mengajarnya. Berdasarkan atas interprestasi hasil pengamatannya, kemudian supervisor memberi pengarahan kepada guru agar tahu masalahnya sendiri, mengetahui kelebihan sekaligus kekurangan dalam dirinya



Pada tahap ini supervisor menganalisa dan menginterprestasikan hal – hal yang sudah diamati terkait dengan permasalahan yang dialami guru untuk selanjutnya menentukan bagaimana langkah selanjutnya pemecahan masalah.
Post coference
 


Pada tahap ini supervisor mengidentifikasi kembali kelebihan dan kekurangan tampilan guru. Selanjutnya supervisor dapat mempertanyakan kepada guru langkah apa saja yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengatasi kekurangannya sendiri.
Diskusi
 



Pada tahap ini supervisor dengan aktif mendengarkan, menyatakan dengan cara lain, menanyakan pertanyaan, dan menjaga arah guru dalam jalur supervisor non direktif. Supervisor tidak lengah bekerja terhadap seorang guru perencana, yang bisa dihasilkan dari meminjam ide atau dari pemahaman guru itu sendiri.

C.   Aplikasi  Pendekatan Non Direktif Dalam Dunia Pendidikan

Herbert Klunger berjalan ke mejanya, kemudian duduk. Ia memikirkan kelas yang baru saja berakhir. Murid – murid kelas bahasa Inggris telah memberikan laporan oral berdasarkan interprestasi mereka dari Othello Shakespeare. Laporan itu tidak menggugah dan sangat beragam baik bunyi dan isinya. Pak Klunger berfikir banyak yang “meminjam” ide dari satu siswa atau telah membeli buku ringkasan Othello dan menggunakan ide utama. Tanpa menghiraukan itu, tidak ada laporan yang mengindikasikan adanya kegembiraan terhadap pengembangan karakter dan plot.
Pak klunger merefleksi berdasarkan kelas sebelumnya dan berfikir: siswa tidak harus seperti ini. Satu kelas yang ia ingat jelas: “Bagaimana mereka telah berdebat dan menganalisa Shakespeare! Hanya bila aku dapat menciptakan antusiasme itu.” Berikutnya siang itu Ibu Garcia, supervisor departemennya, mampir.

1.    Pre coference ( ketika Ibu Garcia masuk ke ruangan Pak Klunger)
Pak Klunger   : “Selamat datang, Ibu Garcia. Silahkan duduk. Kelas yang   hebar!”
Ibu Garcia      : “Terima kasih. Apa kehidupan memperlakukan anda dengan baik?”
Pak Klunger   : “Ya, aku mengalami masa puncak dan masa buruk. Satu saat aku berfikir mengajar bukan untukku.”
Ibu Garcia      : “Mengajar bukan untuk anda? Aku tidak mengira anda berfikir demikian”.
Pak Klunger   : “Ya, satu saat saya mencari apakah saya telah menyelesaikan semuanya. Baru hari ini periode kelas ke lima puluh yang menampilkan Shakespeare begitu menarik seperti nyata. Bila mereka tidak dapat menyadari keajaiban tulisan mereke sendiri, aku tidak tahu bagaimana mereka akan dapat mengapresiasi literatur”.
Ibu Garcia      : “(menganggukan kepalanya): “saya frustasi.”
Pak Klunger   : “Ya memang demikian”
Ibu Garcia      : (tenang sebentar, menunggu pak Klunger untuk berkata lebih lanjut. Ketika tampaknya Pak Klunger tidak akan berkata, ia memandangnya secara perhatian): “Teruskan, katakan lagi pada saya apa yang membuat frustasi”.
Pak Klunger   : “Siswa tidak menunjukkan perhatiannya. Mengajar tidak lagi menyenangkan. Oh, kelas lain lebih mudah tetapi kelas lima adalah kelas yang hancur!”
Ibu Garcia      : “Apa yang terjadi selama di kelas lima?”
Pak Klunger   : “Tidak ada! Itulah masalahnya”.
Ibu Garcia      : “Tidak ada?”

2.    Observasi
Ia memasuki kelas, duduk dibagian belakang, tetapi tidak mencatat, dan mendengarkan diskusi kelas. Ia mengetahui bahwa pak Klunger banyak menghabiskan waktu mengekspresikan kekecewaannya pada siswa tentang minat mereka yang kurang pada Shakespeare. Di akhir waktu, ia baru menanyakan mereka apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kelas. Lebih dari satu siswa menyatakan bahwa “bacaan itu terlalu sulit tetapi aku akan mencoba lebih keras”. Diskusi itu menjadi berputar – putar.

3.    Analisa dan Interpretasi
Ibu Garcia, kembali ke kantornya, berfikir bahwa pak Klunger salah cara menangani diskusi kelas. Pendekatan seperti itu tidak pernah benar – benar mendapat feed back dari siswa. Untuk dirinya sendiri ia berjanji untuk “menahan diri” dan tidak member nasehat atau saran kecuali pak Klunger memintanya. Bila ia meminta dirinya untuk mengobervasi ia hanya mengatakan kepadanya, tanpa menghakimi, apa yang ia saksikan. Kemudian, ia bisa memintanya apa yang dapat diperbuatnya untuk mengubah isi dan metode dari pelajaran untuk dapat menghidupkan Shakespeare. Bila diminta ide, ia akan menyarankan mengadakan diskusi kelas yang lain untuk menjaring ide – ide dari siswa atau membiarkan siswa memilih bacaan mereka sendiri yaitu Macbeth dan menulisnya sebagai tulisan saduran. Tanpa mempertimbangkan hal itu, di kesimpulan pertemuan, ia akan menanyakan Pak Klunger apa yang ia rencanakan dan bantuan apa yang bisa diberinya.

4.    Post coference (Ibu Garcia masuk ke ruang guru sambil berencana)
“Baiklah, sudahkah aku katakan pada anda bagaimana siswa – siswi itu tidak berminat? Anda melihat berapa banyak respon yang aku terima, satu siswa menjawab tidak karuan”.
Ibu Garcia      : “Ada satu jawaban dan kelompok itu memang tampak menurun”
Pak Klunger   : “Aku mengetahuinya, tetapi mereka perlu dimotivasi”.
Ibu Garcia      : (menyelas) “ Bagaimana anda dapat membuat mereka termotivasi?”
Pak Klunger   : “Pertanyaan yang baru akan saya tanyakan kepada anda”.
Pak Klunger   : “Aku kira hanya akan mengajar satu kelas saja minggu depan”. Malah,aku akan mengenalkan Macbeth menyuruh mereka membaca bukunya hingga selesai, dan meminta mereka untuk memilih satu satu dari empat scenario untuk ditampilkan. Aku akan menghabiskan waktu dengan tiap kelompok dan kemudian di hari jum’at mengadakan drama kecil. Bagaimana menurut anda?”
Ibu Garcia      : “Tidak ada?”
Ibu Garcia      (ditanyakan itu, ia merespon secara terus terang)
                        : “Sepertinya bagus tapi aku ingin tahu bila seluruh siswa mau untuk menampilkannya di depan kelas. Beberapa siswa merasa dirinya bodoh. Mungkin anda harus menanyakan ide – ide mereka, atau aku pikir mereka bisa diberi aktivitas tugas individu lain seperti menuliskan adegan, menyadur, bagian drama yang sesuai dengan masa modern, menguji kondisi historis atau menuliskan versi khusus pada musik”.
Pak Klunger   : “Aku suka ide itu. Aku akan meminta empat kelompok berfokus dibagian yang sama dari drama tetapi beberapa siswa akan diberi tugas yang berbeda”.
Ibu Garcia      : “Ini tentunya akan menjadi sebuah perubahan. Mungkin anda harus pelan – pelan dengan ini, mungkin hanya dua kelompok untuk memulainya”.
Pak Klunger   : “Tidak, aku bukan tipe orang seperti itu. Aku ingin membuat mereka tertarik. Seluruh siswa atau tidak! Aku akan mulai hari rabu disaat Macbeth”.
Ibu Garcia      : “Bisa aku bantu?”
Pak Klunger   : “Bisakah anda mencari tahu apakah film Macbeth dan Polanski bisa disewa untuk tiga minggu?”.
Ibu Garcia      : “Tentu! Bagaimana dengan bantuan untuk mengubah kelas?”
Pak Klunger   : “Tidak, terima kasih aku telah siap”.
Ibu Garcia      : “Baiklah, aku akan mampir dan menyaksikan bagaimana keadaan mereka”.
Pak Klunger   : “Terima kasih untuk mau berbicara dengan saya. Aku memerlukan seseorang untuk melepaskan beban dan membantu saya berfikir apa yang akan saya lakukan. Aku hampir bersemangat lagi”.
Ibu Garcia      : “Aku kira anda dalam suatu masalah. Aku senang mendengarkan pemikiran guru yang bebas. Sampai ketemu”.                                                     
5.    Diskusi
Guru dihormati sebagai penentu utama arah masa depan tindakannya. Supervisor dengan aktif mendengarkan, menyatakan dengan cara lain, menanyakan pertanyaan, dan menjaga arah guru dalam jalur supervisor non direktif yang tentu akan menurunkan diskusi tetapi terus secara aktif dilain waktu untuk menstimulasi guru memikirkan apa yang ia lakukan. Supervisor tidak lengah bekerja terhadap seorang guru perencana, yang bisa dihasilkan dari meminjam ide atau dari pemahaman guru itu sendiri. Dan tanggung jawablah gurulah untuk membuat keputusan final.

3.      Pendekatan Kolaboratif
Yang dimaksud dengan pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dan non–direktif menjadi pendekatan baru. Pada pendekatan ini baik supervisor maupun guru bersama-sama, bersepakat untuk menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi guru. Pendekatan ini didasarkan pada psikologi kognitif. Psikologi kognitif beranggapan bahwa belajar adalah hasil panduan antara kegiatan individu dengan lingkungan pada gilirannya nantui berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu. Dengan demikian pendekatan dalam supervisi berhubungan pada dua arah. Dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Perilaku supervisor adalah sebagai berikut:
                              (1).  Menyajikan
                              (2).  Menjelaskan
                              (3).  Mendengarkan
                              (4).  Memecahkan masalah
                              (5).  Negosiasi

D.   Prinsip – Prinsip Supervisor dalam Pendekatan Non Direktif.
Tentunya tidak sedikit masalah yang dihadapi seorang supervisor dalam melaksanakan tugasnya. Dalam usahanya memecahkan masalah, hendaknya ia berpegang teguh pada Pancasila yang merupakan prinsip asasi, yang merupakan landasan utama pelaksanaan tugas dan kewajibannya sebagai seorang supervisor. Disamping prinsip asasi tersebut, kita dapat mengembangkan prinsip –prinsip positif serta meminimalisasikan prinsip – prinsip negatifnya. Idealnya pendekatan non direktif memegang kembali prinsip – prinsip supervisi  sebagaimana saat supervisor memberikan supervisinya.[10]
1.    Prinsip Positif
a.    Demokratis dan kooperatif
Dalam melaksanakan tugasnya, supervisor adalah seorang pemimpin yang demokratis. Ia harus menghargai kepribadian guru. Dalam pembicaraan – pembicaraan bersama, ia memberi kesempatan kepada guru untuk melahirkan pikiran, perasaan, dan pendapat mereka. Keputusan diambil melalui jalan musyawarah. Tujuan yang hendak dicapai adalah tujuan bersama. Dalam suasana yang demikian akan memupuk kerja sama yang baik antara pemimpin dan yang dipimpin. Guru saling membantu dalam melaksanakan pekerjaan disekolah. Semuanya itu akan mendatangkan manfaat yang besar bagi anak didik mereka.
b.    Bersifat kreatif dan kontruktif
Melalui kepemimpinan yang baik, supervisor dapat dijadikan contoh oleh guru. Ia dapat memahami kelebihan dan kekurangan seorang guru. Ia berusaha memberi dorongan kepada semua guru untuk mengembangkan kelebihan – kelebihannya. Agar hal tersebut mampu menciptakan sesuatu yang baru demi kepentingan anak didik. Kekurangan guru juga dipercakapkan bersama guru yang bersangkutan atau kelompok dan bersama – sama mencari solusi dari kekurangan tersebut.
c.    Ilmiah dan efektif
Dalam pembicaraan masalah yang dihadapi oleh guru, hendaklah supervisor bersikap ilmiah. Yang artinya ia harus mendengarkan masalah dan akhirnya menarik kesimpulan untuk mengambil keputusan. Baik supervisor maupun guru yang bersangkutan harus dapat mengakui nilai ilmiah dari pekerjaannya. Supervisi mengkoordinasi antara teori dan praktek. Disamping menolong guru – guru memahami teori, supervisor membantu mereka mereka untuk menerapkan teori tersebut dalam pelaksanaan tugasnya di sekolah. Ia secara setia berusaha memperbaiki metode dan cara penggunaannya sehingga teori tersebut menjadi efektif.
d.   Memberi perasaaan aman kepada guru
Para guru harus mengetahui dan memahami bahwa supervisi bukanlah bermaksud mencari kesalahan, tetapi memberi solusi dalam meningkatkan mutu pekerjaan agar para guru tumbuh dalam jabatan mereka. Para guru harus dapat merasakan bahwa kepala sekolah yang merangkap supervisor, bagaikan bapak dan saudara bagi mereka yang senantiasa bersedia membantu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan demikian akan terpupuk perasaan aman pada guru tersebut. Mereka tidak merasa tertekan dan mereka bebas mengeluarkan pendapat. Dalam suasana semacam itu mereka melakukan pekerjaan dengan suka cita.
e.    Berdasarkan kenyataan
Supervisi hendaknya dilaksanakan kepala sekolah terhdap guru di sekolah hendaknya didasarkan pada keadaan yang sebenarnya, yang disaksikan dan diketahui.  Data – data yang diperoleh bukan data – data yang dibuat – buat melainkan keadaan riil para guru dan siswa yang ada disekolah tersebut.
f.     Memberikan kesempatan kepada supervisor dan guru untuk mengadakan self evaluation.
Agar pelayanan supervisi mendatangkan manfaat yang berharga, baik bagi kepala sekolah maupun guru, hendaknya mengembangkan dirinya terlebih dahulu. Agar dapat memgembangkan dirinya terlebih dahulu. Sehingga ia mampu melakukan self evaluation dimana dari self evalution ini ia dapat mengetahui kelebihan dan kekurangannya. Sehingga ia dapat memperbaiki kekurangan tersebut.


2.    Prinsip Negatif
Prinsip – prinsip negatif yang merupakan larangan bagi kepala sekolah dalam melaksankan supervisi adalah sebagai berikut :
a.    Bersifat otoriter
b.    Mencari kesalahan – kesalahan guru
c.    Bersikap sebagai inspektur yang ditugaskan memeriksa apakah peraturan dan instruksi yang telah diberikan sudah dilaksankan atau belum.
d.   Menganggap dirinya lebih tinggi daripada guru.
e.    Terlalu banyak memerhatikan hal – hal kecil dalam cara guru mengajar.[11]
E.  Kriteria Pemilihan Pendekatan yang Tepat
Jika seluruh guru berbeda, maka lebih mudah untuk melakukan pendekatan supervisi yang paling tepat. Supervisi akan lebih efektif untuk dicapai dengan mencocokkan pendekatan supervisi dengan kebutuhan dan karakteristik individual guru. Tidak ada satu pendekatan yang efektif untuk semua guru, kecuali guru – guru tersebut homogen. Jika supervisi dilihat sebagai upaya untuk merubah perilaku guru dalam meningkatkan kualitas belajar siswa, maka supervisi merupakan tanggung jawab edukatif. Setidaknya ada dua elemen penting dalam untuk mengukur efektifitas guru yaitu: 1. Komitmen guru dan 2. Kemampuan guru dalam berfikir abstrak. Kedua elemen itu disusun dalam level yang dapat diukur. Dengan mengetahui level komitmen dan abstraksi masing – masing guru dapat dijadikan dalam menentukan kriteria pendekatan supervisi yang tepat.[12]
1.    Level Komitmen
Kita dapat melihat terlebih dahulu terhadap istilah yang selalu menjadi bahan perbincangan di sekolah, yakni komitmen. Para pendidik mengindikasikan bahwa beberapa guru memililki komitmen yang kuat dalam mengajar dan beberapa yang lain memilki sedikit bahkan tidak memilki komitmen. Komitmen lebih luas dari sekedar perhatian, sebab mencakup waktu dan usaha. Guru yang tidak memiliki komitmen adalah seorang yang hanya memperhatikan dirinya sendiri, dan tidak punya keinginan untuk berkembang serta tidak mau mengorbankan waktu dan tenaganya untuk pengembangan. Guru dapat dilihat mengikuti kontinum komitmen mulai dari yang rendah menuju yang tinggi.
High  
Low
Level kontimum komitmen
Ø Sangat memperhatikan siswa dan guru lain
Ø Punya banyak waktu dan tenaga
Ø Lebih memperhatikan apa yang bisa dilakukan untuk orang lain
Ø Sedikit memperhatikan siswa
Ø Sedikit waktu dan tenaga
Ø Terutama ingin mempertahankan pekerjaannya
 





Seseorang dapat dengan mudah mengidentifikasi guru di sekolah atau organisasi berdasarkan kontinum ini. Beberapa guru mungkin berada pada level paling rendah, sebagian pada level paling tinggi, dan beberapa yang lain berada diantara kedua level.
2.    Level Abstraksi
Sebagai seorang supervisor, kita perlu memperhatikan tingkat berfikir abstrak para guru. Guru yang yang memilki tingkat abtraksi tinggi, perlu ditantang untuk menggunakannya dan siap pada profesinya. Sedangkan bagi guru yang tidak memilki kemampuan, perlu didorong untuk mencapainya. Supervisor seharusnya berfikir mengikuti kontinum berfikir abstrak.
Level kontinum berfikir abstrak
TINGGI
Ø Dapat memikirkan problem dari berbagai perspektif
Ø Dapat merancang banyak alternative solusi
Ø Dapat memilih sebuah rancangan dan memikirkan setiap detailnya
MENENGAH
Ø Dapat mendefinisikan problem
Ø Mampu merespon problem
Ø Punya kemampuan berfikir melalui sebuah rencana yang luas

RENDAH
Ø Bingung
Ø Tidak tahu harus berbuat apa
Ø Tunjukkan padaku
Ø Punya 1 atau 2 respon thd suatu problem
 








Ada satu paradigma yang dikemukakan Glickman untuk memilah-milah guru dalam empat prototipe guru. Ia mengemukakan setiap guru memiliki dua kemampuan dasar, yaitu berpikir abstrak dan komitmen serta kepedulian.  Akan terdapat empat kuadran (sisi). Ada 4 sisi: Sisis I, II, III, IV. Tiap sisi terdapat dua kemampuan yang disingkat A (daya abstrak), K (Komitmen). Uraian kuncinya sebagai berikut: Tiap sisi yang terdapat di sebelah kanan garis abstrak (sebelah kanan garis tegak lurus). Komitmennya K tinggi (+). Kalau kedua kemampuan itu digambarkan secara bersilang seperti gambar di bawah ini :
IV
I
III
II
Profesional
A   K
+    +
A   K
+    -
A   K
-    +
A   K
-    -
Penilai Analitis
Guru Drop out
Pekerja Tak Fokus
Level Komitmen
Level Abstraksi
 





1.    Pada sisi IV daya A+ K+. Guru semacam ini disebut guru yang professional, cocok dengan pendekatan non direktif.
2.    Pada sisi III daya abstrak tinggi A+, tetapi komitmen (K-) disebut guru yang tukang kritik/ penilai analitis, lebih cocok menggunakan pendekatan kolaboratif dengan menekankan pada negosiasi.
3.    Pada sisi II daya abstrak rendah (A-), tetapi komitmen tinggi (K+) disebut guru yang terlalu sibuk/ pekerja tak focus, lebih cocok menggunakan pendekatan kolaboratif dengan menekankan pada presentasi ide supervisor.
4.    Pada sisi I daya abstrak rendah (A-) dan juga komitemen rendah (K-) disebut guru yang tidak bermutu/ drop out, lebih cocok dengan menggunakan pendekatan direktif.[13]
Pendekatan dan perilaku serta teknik yang diterapkan dalam memberi supervisi kepada guru-guru berdasarkan prototipe guru seperti yang disebut di atas.
Bila guru profesional maka pendekatan yang digunakan adalah non-direktif. Perilaku supervisor antara lain yaitu: 1.mendengarkan, 2. memberanikan, 3. menjelaskan, 4. menyajikan, dan 5. memecahkan masalah. Teknik yang diterapkan dialog dan mendengarkan aktif.
Bila gurunya tukang kritik atau terlalu sibuk, maka pendekatan yang diterapkan adalah kolaboratif. Perilaku supervisi antara lain: 1 menyajikan, 2. menjelaskan, 3.mendengarkan, 4.memecahkan masalah, 5.negosiasi. Teknik yang digunakan percakapan pribadi ,dialog dan menjelaskan.
Bila gurunya tidak bermutu, maka pendekatan yang digunakan adalah direktif. Perilaku supervisor 1. menjelaskan, 2. menyajikan, 3. mengarahkan, 4. memberi contoh, 5. menetapkan tolak ukur, dan 6. menguatkan.

F.   Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Supervisi Non Direktif
“Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang memahami budaya orang – orang yang dipimpinnya”. Guru sebagai ujung tombak proses pendidikan memiliki banyak dimensi peran yang harus diembannya dalam konteks pencapaian tujuan pendidikan. Sebagai ujung tombak, kualitas guru akan menentukan kualitas mutu layanan dan lulusan yang dihasilkan. Untuk menjaga kualitas pendidikan yang diselenggarakan, komponen guru merupakan salah satu prioritas kosentrasi manajemen pendidikan.
Ada banyak keterbatasan– keterbatasan yang dimiliki guru menyebabkan kualitas layanan menjadi rendah. Latar belakang pendidikan, tidak bisa dipungkiri ada banyak kasus di sekolah guru yang mengampu suatu mata pelajaran yang bukan vaknya, keterbatasan fisik, kondisi psikologis guru, pemahaman/pengalaman tentang lembaga, pengalaman kerja, kurang mampunya melakukan adaptasi dengan adanya perubahan (metode, kebijakan, metodologi) menyebabkan kualitas layanan menjadi rendah.[14]
Penelitian Blumberg sebagaimana dikutip dalam bukunya Binti Mau’nah menjelaskan bahwa persepsi guru tentang interaksi mereka dengan supervisi. Dalam percakapan supervisi (coference) rupanya guru suka mengevaluasi interaksi itu dengan cara yang menyenangkan. Jika mereka  merasakan supervisor suka mendengar dengan perhatian yang positif atau minat yang positif. Sebaliknya, juga dirasakan bahwa supervisor hanya berbicara sendiri untuk mengkritik guru maka mereka melihat bahwa situasi pertemuan itu kurang produktif. Karena itu, supervisor yang menunjukkan perilaku non direktif seperti mendengarkan atau merefleksikan ungkapan – ungkapan guru, dianggap lebih disukai daripada jika supervisor menunjukkan perilaku direktif, seperti menguasai pembicaraan dan mengkririk. Dalam penelitian yang dilakukan Blumberg pada tahun 1976 dikutip dari bukunya Ngalim Purwanto, menemukan bukti bahwa guru lebih suka jika supervisor menggunakan pendekatan non direktif dalam pertemuan supervisi. Para guru merasakan bahwa bentuk pertemuan semacam ini lebih efektif. Ditemukan juga, bahwa supervisor yang menggunakan pendekatan direktif kurang disenangi oleh para guru daripada supervisor yang menggunkan pendekatan non direktif.[15]
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan supervisi atau cepat lambatnya hasil supervisi antara lain:
1.      Lingkungan masyarakat tempat sekolah itu berada, apakah sekolah itu di kota besar, kecil ataupun pelosok. Di lingkungan masyarakat orang – orang kaya ataupun kelompok orang – orang tidak mampu. Di lingkungan masyarakat intelek, pedagang, petani, dll.
2.      Besar kecilnya sekolah yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah. Apakah sekolah itu sekolah yang kompleks sekolah yang besar, banyak jumlah guru dan muridnya, memiliki halaman dari tanah yang luas atau sebaliknya.
3.      Tingkatan dan jenis sekolah. Apakah yang dipimpinnya SD, SMP, SMA maupun tingkatan lanjutan, kesemuanya itu memerlukan sikap dan supervisi tertentu.
4.      Keadaan guru – guru dan pegawai yang tersedia. Apakah guru – guru dan pegawai umumnya sudah berwewenang, bagaimana kehidupan sosial dan ekonomi mereka.
5.      Kecakapan dan keahlian kepala sekolah itu sendiri. Karena faktor terakhir ini merupakan faktor terpenting. Bagaimanapun baiknya situasi dan kondisi yang tersedia, jika kepala sekolah itu sendiri tidak mempunyai kecakapan dan keahlian yang diperlukan, maka semuanya tidak ada artinya, begitu  juga sebaliknya.[16]




BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis ajukan dimuka tadi maka penulis membuat kesimpulan sebagai berikut :
1.        Supervisi adalah proses penyuluhan orang – orang dengan cara yang kreatif dalam memecahkan masalah, baik masalah perorangan maupun masalah bersama.
2.        Pembinaan guru dengan pendekatan non direktif adalah upaya yang dilakukan supervisor dengan cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi  ia terlebih dulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan guru-guru. Ia memberi kesempatan sebanyak mungkin kepada guru untuk mengemukakan permasalahan yang mereka alami.
3.        Aplikasi pembinaan pendekatan non direktif dalam dunia pendidikan
Dalam prakteknya kita perlu mengetahui bagaimana gambaran terkait dengan toeri yang sudah kita dapat. Hal itu merupakan bagian terpenting dalam telaah kemampuan kita dalam penerapan ilmu.
4.        Adapun prinsip – prinsip supervisor yang terkait dengan pembinaan guru dengan pendekatan non direktif yaitu
Prinsip Positif
a.    Demokratis dan kooperatif
b.    Bersifat kreatif dan kontruktif
c.    Ilmiah dan efektif
d.   Memberi perasaaan aman kepada guru
e.    Berdasarkan kenyataan
riil para guru dan siswa yang ada disekolah tersebut.
f.     Memberikan kesempatan kepada supervisor dan guru untuk mengadakan self evaluation.
Prinsip Negatif
Prinsip – prinsip negatif yang harus dihindari dan larangan bagi kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi adalah sebagai berikut :
a.    Bersifat otoriter
b.    Mencari kesalahan – kesalahan guru
c.    Bersikap sebagai inspektur yang ditugaskan memeriksa apakah peraturan dan instruksi yang telah diberikan sudah dilaksankan atau belum.
d.   Menganggap dirinya lebih tinggi daripada guru.
e.    Terlalu banyak memperhatikan hal – hal kecil dalam cara guru mengajar.
5.        Setidaknya ada dua elemen penting dalam memilih pendekatan supervisi yang tepat terkait untuk mengukur efektifitas guru yaitu: 1. Komitmen guru dan 2. Kemampuan guru dalam berfikir abstrak. Kedua elemen itu disusun dalam level yang dapat diukur. Dengan mengetahui level komitmen dan abstraksi masing – masing guru dapat dijadikan dalam menentukan kriteria pendekatan supervisi yang tepat.
6.        Ada banyak keterbatasan– keterbatasan yang dimiliki guru menyebabkan kualitas layanan menjadi rendah. Latar belakang pendidikan, tidak bisa dipungkiri ada banyak kasus di sekolah guru yang mengampu suatu mata pelajaran yang bukan vaknya, keterbatasan fisik, kondisi psikologis guru, pemahaman/pengalaman tentang lembaga, pengalaman kerja, kurang mampunya melakukan adaptasi dengan adanya perubahan (metode, kebijakan, metodologi) menyebabkan kualitas layanan menjadi rendah.

B.       Saran
Makalah  masih sangat jauh dari kesempurnaan, penulis dengan antusias menerima saran dan kritik dalam  penyempurnaan  makalah ini. Maka dari itu sudi kiranya ada ralat dan pembenahan dari teman – teman mahasiswa STAIN Tulungagung tentang tulisan saya di makalah ini.

C.      Harapan
Semoga hal sedikit yang telah saya tulis ini kiranya dapat menambah khasanah keilmuan teman – teman.


[1] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), 63
[2] Depdiknas. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (Buku 1, (Jakarta: Depdiknas, 2001), 198

[3] Ibid, 65
[4] Luk Luk Nur Mufidah, Supervisi Pendidikan, (Jember: Center for Society Studies, 2008), 36
[5] Binti Maunah, Supervisi Pendidikan Islam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Teras, 2009), 137
[6] Piet A Sahertian, Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan: dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 48
[7] Binti Maunah, Supervisi Pendidikan Islam Teori dan Praktek…, 139
[8] Sri Benun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru,(Bandung: Alfabeta, 2009), 80
[9] Ibid, 38
[10] Burhanuddin dkk, Supervisi Pendidikan dan Pengajaran, Konsep, Pendekatan, dan Penerapan Pembinaan Profesionalitas, (Malang: Rosindo, 2007), 63
[11] R. Soekarto Indrafachrudi, Bagaimana Memimpin Sekolah yang Efektif, (Bogor: Ghalia, 2006), 67
[12] Luk Luk Nur Mufidah, Supervisi Pendidikan.., 62
[13] Ibid, 76
[14] Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media, 2008), 370
[15] Binti Maunah, Supervisi Pendidikan Islam Teori dan Praktek…, 138
[16] Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007), 118

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Strategis dalam Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan

Tema 5 Subtema 2 Pembelajaran 1