BERFIKIR


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Berfikir
Berfikir adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia yang terambil dari bahasa Arab al fikr, yang berarti "kekuatan yang menembus suatu obyek sehingga menghasilkan pengetahuan. Manakala pengetahuan atau pandangan yang dihasilkannya didukung oleh bukti-bukti kuat yang meyakinkan maka dinamakan "ilmu". Sementara jika bukti-bukti tersebut belum meyakinkan, tetapi kebenarannya lebih dominan, maka disebut zhann (dugaan). Dan jika kemungkinan benar dan salahnya seimbang disebut syakk (keraguan). Sementara jika tidak didukung bukti, atau bukti tersebut lemah, sehingga kemungkinan salahnya lebih besar disebut wahm.
Akar kata fa,ka,ra, sampai pun ia berubah susunan (fa,ra,ka), memiliki makna seperti disebut di muka. Sebab al fark dalam bahasa Arab berarti "menyisiri sesuatu untuk mencapai hakikat yang sebenarnya". Bedanya, menurut beberapa pakar bahasa, al-farak/al-firk untuk sesuatu yang bersifat materil, sementara al-fikr untuk yang bersifat maknawi. Jenis-jenis berpikir asosiatif antara lain:
a.    Asosiasi bebas: Suatu ide akan menimbulkan ide mengenai hal lain, tanpa ada batasnya. Misalnya, ide tentang makan dapat merangsang timbulnya ide tentang restoran dapur, nasi atau anak yang belum sempat diberi makanan atau hal lainnya.
b.    Asosiasi terkontrol: Satu ide tertentu menimbulkan ide mengenai hal lain dalam batas-batas tertentu. Misalnya, ide tentang membeli mobil, akan merangsang ide-ide lain tentang harganya, pajaknya, pemeliharaannya, mereknya, atau modelnya, tetapi tidak merangsang ide tentang hal-hal lain di luar itu seperti peraturan lalu lintas, polisi lalu lintas, mertua sering meminjam barang-barang, piutang yang belum ditagih, dan sebagainya.
c.    Melamun: yaitu menghayal bebas, sebebas-bebasnya tanpa batas, juga mengenai hal-hal yang tidak realistis.
d.   Mimpi: ide-ide tentang berbagai hal yang timbul secara tidak disadari pada waktu tidur. Mimpi ini kadang-kadang terlupakan pada waktu terbangun, tetapi kadang-kadang masih dapat diingat.
e.    Berpikir artistik: yaitu proses berpikir yang sangat subjektif. Jalan pikiran sangat dipengaruhi oleh pendapat dan pandangan diri pribadi tanpa menghiraukan keadaan sekitar. Ini sering dilakukan oleh para seniman dalam mencipta karya-karya seninya.
2.   Berpikir terarah, yaitu proses berpikir yang sudah ditentukan sebelumya. Dan diarahkan pada sesuatu, biasanya diarahkan pada pemecahannya persoalan. Dua macam berpikir terarah, yaitu:
a.    Berpikir kritis yaitu membuat keputusan atau pemeliharaan terhadap suatu keadaan.
b.    Berpikir kreatif, yaitu berpikir untuk menentukan hubungan-hubungan baru antara berbagai hal, menemukan pemecahan baru dari suatu soal, menemukan sistem baru, menemukan bentuk artistik baru dan sebagainya.
Dalam berpikir selalu dipergunakan simbol, yaitu sesuatu yang dapat mewakili segala hal dalam alam pikiran. Misalnya perkataan buku adalah simbol uang mewakili benda yang terdiri dari lembaran-lembaran kertas yang dijilid dan tertulis huruf-huruf. Di samping kata-kata, bentuk-bentuk simbol antara laibn angka-angka dan simbol matematika, simbol simbol yang dipergunakan dalam peraturan lalu lintas, not musik, mata uang, dan sebagainya.
Telah dikatakan di atas, bahwa berpikir terarah diperlukan dalam memecahkan persoalan-persoalan. Untuk mengarahkan jalan pikiran kepada pemecahan persoalan, maka terlebih dahulu diperlukan penyusunan strategi. Ada dua macam strategi umum dalam memecahkan persoalan:
1.     Strategi menyeluruh: disini persoalan dipandang sebagai suatu keseluruhan dan dipecahkan untuk keseluruhan itu.
2.     Strategi detailistis: di sini persoalan di bagi-bagi dalam bagian-bagian dan dipecahkan bagian demi bagian.

         Kesulitan dalam memecahkan persoalan dapat ditimbulkan oleh:
a.    Set: pemecahan persoalan yang berhasil biasanya cenderung dipertahankan pada persoalan-persoalan yang berikutnya (timbul: set). Padahal belum tentu persoalan berikut itu dapat dipecahkan dengan cara yang sama. Dalam hal ini akan timbul kesulitan-kesulitan terutama kalau orang yang bersangkutan tidak mau mengubah dirinya.
b.    Sempitnya pandangan: sering dalam memecahkan persoalan, seseorang hanya melihat satu kemungkinan jalan keluar. Meskipun ternyata kemungkinan yang satu ini tidak benar, orang tersebut akan mencobanya terus, karena ia tidak melihat jalan keluar yang lain. Tentu saja ia akan mengalami kegagalan. Kesulitan seperti ini disebabkan oleh sempitnya padangan orang tersebut. Sehingga tidak dapat melihat adanya beberapa kemungkinan jalan keluar.[1]

Beberapa  ahli  pendidikan  memberikan  pengertian  tentang  berpikir.  Suryasubrata berpendapat bahwa berpikir merupakan proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses dan jalannya.[2] Selain  itu, Resnick menyatakan bahwa berpikir adalah suatu proses yang melibatkan operasi mental seperti klasifikasi, induksi, deduksi, dan penalaran. Pengertian berpikir adalah kemampuan untuk menganalisis,mengkritik, dan  mencapai kesimpulan berdasarkan pada inferensi, atau pertimbangan yang seksama. Berarti kemampuan menganalisis, mengkritik dan mencapai suatu kesimpulan selalu berdasarkan inferensi atau judgement, dengan demikian berpikir merupakan proses yang kompleks dan non­algoritmik.
Dalam kaitannya dengan proses yang terjadi pada saat berpikir,  bahwa proses berpikir merupakan proses untuk memperoleh informasi (dari  luar atau diri siswa), pengolahan, penyimpanan dan memanggil kembali informasi dari ingatan seseorang. Dengan demikian dapat dikatakan, pada prinsipnya proses berpikir meliputi tiga langkah pokok yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan. Setelah dibahas pengertian berpikir, selanjutnya akan dibahas bagaimana proses berpikir matematik. Berpikir dalam matematika erat kaitannya dengan daya  matematik. Istilah daya matematik mengandung arti kemampuan atau kekuatan seseorang yang berkaitan dengan karakteristik matematika. Berbicara tentang karakteristik matematika masing­masing orang akan memberikan penafsiran yang berbeda­beda bergantung pada pengetahuan dan pengalaman masing­masing. Matematika dikenal sebagai ilmu yang deduktif aksiomatik, berarti sifatnya yang menekankan pada proses  deduktif yang memerlukan penalaran logis dan aksiomatik, yang dimulai dari aksioma, definisi, kemudian melahirkan teorema­teorema. Matematika dalam  proses pengembangannya mungkin diawali dengan proses induktif  meliputi penyusunan konjektur, model matematika, analogi dan generalisasi, melalui pengamatan terhadap sejumlah data. Karakteristik berikutnya, matematika dikenal sebagai ilmu yang terstruktur secara sistematis, artinya konsep­konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai konsep yang paling kompleks. Memperhatikan karakteristik  matematika diatas, secara umum daya matematik dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir  matematik atau kemampuan melaksanakan kegiatan dan proses atau tugas matematik. Ditinjau dari kedalamanatau kekompleksan kegiatan matematik, daya matematik dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu berpikir tingkat rendah (lower­order thinking) dan berpikir tingkat tinggi (higher­order  thinking) Berikut ini merupakan uraian dari  masing­masing  istilah tersebut.
B.  Tingkatan dalam Proses Berfikir
1.    Berpikir Tingkat Rendah
Berpikir tingkat rendah meliputi tiga aspek pertama dari ranah kognitif yaitu aspek pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension) dan aplikasi (application). Ruseffendi memberikan penjelasan kepada masing­masing aspek tersebut yaitu pengetahuan berkenaan dengan hapalan dan ingatan, misalnya hapal atau ingat tentang simbol, istilah, fakta, konsep, definisi, dalil, prosedur, pendekatan, dan metode. Pemahaman berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang  sesuatu tetapi tahap pengertiannya masih rendah, misalnya mengubah informasi ke dalam bentuk paralel yang lebih bermakna, memberikan interpretasi, semua itu dilakukan atas perintah. Pemahaman ada  tiga macam yaitu pengubahan (translation), pemberian arti (interpretation),  dan pembuatan ekstrapolasi (extrapolation). Aplikasi adalah kemampuan siswa menggunakan apa yang diperolehnya dalam situasi khusus yang baru dan konkrit. Pendapat lain  mengenai berpikir tingkat rendah bahwa yang dimaksud berpikir tingkat rendah meliputi aspek mengingat, memfokuskan, dan mengumpulkan informasi. Aspek berpikir tingkat rendah menurut terdapat kemiripan satu sama lain. Selain dua pendapat diatas, Webb dan Coxford memberikan pengertian bahwa yang dimaksud berpikir tingkat rendah yaitu meliputi operasi hitung sederhana, menerapkan rumus matematika secara langsung, mengikuti prosedur (algoritma baku). Meskipun ketiga pendapat di atas memberikan pengertian tentang berpikir tingkat rendah berbeda secara redaksional, namun mengandung makna yang sejalan yaitu sama­ sama proses berpikir tingkat rendah yang erat kaitannya dengan soal­soal rutin.
2.    Berpikir Tingkat Tinggi
Berbicara mengenai berpikir tingkat tinggi, para ahli mempunyai pandangan yang berbeda­beda. Meskipun berbeda pendapat, tetapi para ahli setuju bahwa berpikir tingkat tinggi berarti kapasitas untuk berada pada tingkat yang lebih tinggi dari informasi yang ada, mengevaluasi,  mempunyai kesadaran metakognitif dan mempunyai kemampuan pemecahan masalah. Pemikiran kritis, kreatif, dan konstruktif tidak dapat dipisahkan dari berpikir tingkat tinggi. Ruseffendi mengemukakan bahwa tiga ranah kognitif terakhir dari Bloom yaitu aspek analisis, sintesis dan evaluasi, termasuk pada aspek berpikir tingkat tinggi. Lebih jauh  Ruseffendi memaparkan masing­masing aspek  tersebut.
Menganalisis adalah kemampuan memisahkan materi ke dalam bagian­bagian yang perlu, mencari hubungan antara bagian­bagian, mampu melihat komponen­komponan, bagaimana komponen­komponen itu  berhubungan dan terorganisasikan, kemampuan menyelesaikan soal­soal  yang tidak rutin. Selanjutnya yang dimaksud sintesis adalah kemampuan  bekerja dengan bagian­bagiannya, unsur­unsurnya dan menyusun menjadi suatu kebulatan baru seperti pola dan struktur. Aspek terakhir adalah evaluasi merupakan aspek yang meliputi aspek­aspek sebelumnya. Sedangkan menurut Marzano berpikir tingkat tinggi meliputi aspek­aspek mengorganisasi, membangun (generating), menginvestigasi dan mengevaluasi. Bloom dan Marzano memiliki pandangan yang sejalan, terdapat beberapa kesamaan yaitu aspek generalisasi dan integrasi  dari  Marzano sama  dengan  aspek  sintesis  dari  Bloom. Jadi dapat dikatakan  bahwa berpikir tingkat tinggi  berarti  berpikir  dengan  mengambil beberapa tahap yang lebih tinggi dari hierarki proses kognitif. Pendapat  lain  tentang  berpikir tingkat tinggi diungkapkan oleh Ibrahim dan Nur yang menjelaskan bahwa karekteristik berpikir tingkat tinggi adalah non­ algoritmik yaitu alur tindakan yang tidak sepenuhnya dapat ditetapkan sebelumnya. Cenderung kompleks, seringkali menghasilkan banyak solusi, melibatkan pertimbangan dan interpretasi, serta aktivitas mental yang tinggi.
Lebih luas lagi Webb dan Coxford memberikan pengertian  tentang berpikir tingkat tinggi meliputi memahami ide matematika secara lebih mendalam, mengamati data dan menggali ide yang tersirat, menyusun  konjektur, analogi dan generalisasi, menalar secara logis, menyelesaikan  masalah, komunikasi secara matematika, dan mengaitkan ide matematika dengan kegiatan intelektual lainnya. Keterkaitan antara berpikir tingkat  tinggi dan pelajaran matematika dijelaskan oleh Romberg dengan menyatakan bahwa diantara aspek berpikir tingkat tinggi dalam  matematika yang penting adalah pemecahan masalah matematik dan koneksi matematik. Dalam menyelesaikan masalah matematika tidak  cukup  dengan melakukan perhitungan rutin, melainkan harus menggunakan penalaran yang logis, demikian pula dalam menyelesaikan masalah yang menyangkut aspek koneksi matematik, siswa harus mempunyai wawasan yang luas untuk  melihat  keterkaitan matematika dengan ilmu lain.


[1] Ibid, 65
[2] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali, 1990), 54

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Supervisi Pendekatan Non Direktif

Analisis Strategis dalam Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan

Tema 5 Subtema 2 Pembelajaran 1